Antara Sayyid, Syarif, Habib, Alawiyin dan Kyai
Sayyid berasal dari bahasa Arab yang
berarti Tuan atau junjungan. Kaum Sayyid dianggap sebagai keturunan
Nabi Muhammad Saw melalui putrinya Fatimah Az Zahra. Kaum Sayyid adalah
keturunan dari Husein ( Cucu Nabi Muhammad Saw ). Sayyid adalah sebutan
untuk laki Adapun keturunan yang melalui jalur Hasan ( cucu Nabi
Muhammad Saw ) disebut dengan Syarif ( untuk laki Kata Sayyid / Syarif
dan Sayyidah atau Syarifah digunakan sebagai keterangan saja bukan untuk
gelar. Gelar bagi mereka adalah Habib ( kekasih ) untuk laki Mereka
terbagi dalam kabilah -kabilah / keluarga / marga yang biasanya terdapat
di akhir nama mereka misal Al Habsy, Al Hadad dan lain – lain. Diantara
kabilah Ada sejumlah keluarga Sayyid yang dianggap suci dan setara
dengan wali, sedangkan golongan lain dianggap sebagai golongan Awas (
ahl al Kasyf ). Tradisi cium tangan oleh orang yang bukan Sayyid /
Syarif kepada kaum Sayyid Gelar habib juga dipakai oleh keturunan Abas
bin Abdul Mutallib ( Abbasiyyin ) dan Abi Talib bin Mutallib ( Talbiyyin
). Allawiyyin adalah sebutan bagi keturunan dari Ahmad bin Isa yang
merupakan merupakan keturunan Ali bin Abu Thalib dan Fatimah az-Zahra.
Mereka yang membatasi gelar sayyid hanya untuk keturunan Nabi Muhammad
Saw melalui Fatimah az-Zahra, tidak akan memasukkan Allawi/Alavis dari
jalur Ali bin Abu Thalib dengan istri yang lain ( Selain Fatimah Az
Zahra ) kedalam sayyid. Jauh sebelum itu, pada abad Kaum Arab yang bukan
Sayyid Kaum Sayyid yang pertama masuk di Indonesia adalah marga
Basyaiban dan Azmathkhan yang hingga kini keturunannya banyak yang sudah
berbaur dengan masyarakat jawa bahkan sudah agak sulit dikenali secara
Fisik dan nama yang kebanyakan sejak pertama masuk ke Indonesia memang
sudah menyesuaikan diri dengan mengganti nama mereka dengan nama Jawa
agar mudah diterima dalam dakwahnya serta membuka diri dengan menikahi
kaum yang bukan Sayyid ( Pribumi ). Berbeda dengan kaum sayyid yang lain
yang kedatangannya jauh sesudah kedua marga tersebut yang masih
membatasi hubungan dan perkawinannya hanya dengan kelompoknya saja,
sehingga masih mudah dikenali dari bentuk fisiknya sebagai etnis arab
dan nama marga yang biasanya disebutkan di belakang namanya seperti Al
Habsy, Al Hadad dan lain Dalam buku yang sama hal 192-204, Van Den Berg
menulis:”Pada abad XV, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau
keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu.
Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka
mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan
kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di
kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh
karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad
SAW). Orang-orang Arab Hadramawt membawa kepada orang-orang Hindu
pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab mengikuti
jejak nenek moyangnya." Perhatikanlah tulisan Van Den Berg ini yang
spesifik menyebut abad XV, yang merupakan abad spesifik kedatangan dan
Marga Hadramawt yang termasuk sayyid antara lain : Afiff, Alatas,
Alaydrus, Albar, Algadrie, Alhabsyi, AlHamid, AlHadar, AlHadad, AlJufri,
Assegaff, Attamimi, AlMuhazir, Baaqil, Baraja (Syekh), Basyaiban,
Baridwan, Bawazier, BinSechbubakar, Jamalullail, Maula Dawileh, Maula
Heleh /Maula Helah, Shahab, Shihab dll. Adapun Marga Hadramawt yang
termasuk Qabili antara lain : Abud, AbdulAzis, Addibani, Alkatiri,
Ba’asyir , Bachrak, Badjubier, Bafadhal, Bahasuan, Basyaib, Baswedan,
Haneman,Kawilah, Thalib, bahafdullah dll. Marga keturunan Hasan antara
lain : Syambar (Syanabirah) : Keturunan Sayyid Syambar bin Hasan bin Abu
Numai Ats-Tsani. Bersambung pada Sayyid Qatadah bin Idris bin Mutha’in.
Bersambung pada Sayyid Musa Al-Jun bin Abdullah Al-Kamil bin Hasan
Al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Tersebar di sekitar Makkah
dan Tha’if. Barakat : Keturunan Barakat bin Abu Numai Ats-Tsani.
Tersebar di sekitar Makkah dan Tha’if. merekapun banyak yang dikenal
dengan marga baru, seperti Al-Ghaits, Nasir, Aal-Muflih dll. Al-Jazan :
Keturunan Sayyid Jazan bin Qaytabay bin Hasan bin Abu Numai Ats-Tsani.
Tersebar di Tha’if dan sekitarnya. Al-Harits : Keturunan Sayyid Muhammad
Al-Harits bin Hasan bin Abu Numai Ats-Tsani. Tersebar di Mekkah, Tha’if
dan sekitarnya. Hamud : Bersambung pada Hasan Abu Numai Ats-Tsani.
Tersebar di Makkah dan sekitarnya. Al-Hazim : Keturunan Sayyid Hasan bin
Abu Numai Ats-Tsani. Tersebar di Makkah, Jeddah dll. Sebagian mereka
dikenal dengan julukan Barakat. Zaid : Keturunan Sayyid Zaid bin Muhsin
bin Husain bin Hasan bin Abu Numai Ats-Tsani. Kekuasaan kota Makkah ada
pada keluarga mereka selama lebih dari dua abad sebelum keluarga ‘Aun.
Dari mereka banyak yang dikenal dengan julukan lain, seperti marga
Yahya, Abdullah, Ghalib, Musa’id dll. Al-Amir : Keturunan Al-Amir Khalid
Quthbuddin bin Muhammad bin Hasyim bin Wahhas bin Muhammad bin Hasyim
bin Ghanim. Bersambung pada Sayyid Sulaiman bin Abdullah Ar-Ridha bin
Musa Al-Jun. Ats-Tsa’labi (Tsa’alibi) : Keturunan Tsa’lab bin Mutha’in.
Bersambung pada Sayyid Musa Al-Jun. Kebanyakan mereka tinggal di pesisir
pantai Laut Merah di Jeddah. Al-Ja’fari : Keturunan Sayyid Ja’far bin
Ni’matullah Al-Akbar bin Ali bin Dawud bin Sulaiman bin Abdullah
Ar-Ridha bin Musa Al-Jun. Tersebar di Yaman dll. Al-Jailani : Keturunan
Sayyid Asy-Syehk Abdulqadir Al-Jailani. Bersambung pada Sayyid Musa
Al-Jun. Tersebar di Iraq, Siria, Maroko dll. Di Maroko mereka lebih
dikenal dengan julukan Al-Kailani dan Al-Qadiri. Az-Za’bi : Keturunan
Sayyid Abdul Aziz Az-Za’bi bin Abudulqadir Al-Jailani. Tersebar di
Palestina, Jordan, Siria, Beirut dll Al-Khawaji : Keturunan Sayyid Ali
Al-Khawaji bin Sulaiman bin Ghanim. Bersambung pada Sayyid Sulaiman bin
Abdullah Ar-Ridha bin Musa Al-Jun. Asy-Syammakhi : Keturunan Sayyid
Syammakh bin Yahya bin Dawud bin Abi Ath-Thayyib. Bersambung pada Sayyid
Sulaiman bin Abdullah Ar-Ridha bin Musa Al-Jun bin Abdullah Al-Kamil
bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Adz-Dzarwi :
Keturunan Sayyid Dzarwah bin Hasan bin Yahya bin Dawud Abu Ath-Thayyib.
Al-Anbari : Bersambung pada Adz-Dzarwi. Thayyib : Bersambung pada
Adz-Dzarwi. Al-Musaawi : Bersambung pada Adz-Dzarwi. Al-Jauhari
(Jawahirah) : Keturunan Asy-Syarif Syaiban bin Yahya bin Dawud Abu
Ath-Thayyib. Al-Idrisi Al-Maghribi : Keturunan Sayyid Idris bin yang
bersambung padan Sayyidina Muhammad bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Leluhur mereka adalah pendiri Kerajaan Maroko, kerajaan ini berjaya
sampai kini dan secara turun temurun dikuasai oleh keluarga Al-Idrisi
atau Adarisah. Al-Idrisi Al-Ifriqi : Keturunan Sayyid Idris bin Abdullah
bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Abi Thalib. Tersebar di Afrika
Utara. Al-Maliki Al-Hasani : Bersambung pada Al-Idrisi. Al-Masyhur
Al-Hasani : Marga ini sebenarnya adalah “Bin Masyhur”, namun, pada masa
kolonial Belanda, orang-orang Belanda menyebut “Al-Masyhur” untuk
memukul rata marga-marga Arab dengan awalan “al” Marga keturunan
Al-Husain antara lain : Ar-Rifa’i : Keturunan Sayyid Hasan Rifa’ah bin
Ali Al-Mahdi bin Al-Qasim bin Husain bin Ahmad bin Musa bin Abi Sabhah
bin Ibrahim Al-Murtadha Al-Ashghar bin Musa Al-Kazhim bin Ja’far
Ash-Shadiq. Mereka tersebar di Bashrah, Kuwait, Palestina, Jordan dan
lain-lain. Al-Kayali : Bersambung pada Ar-Rifa’i. Ash-Shayyadi :
Bersambung pada Ar-Rifa’i. An-Naqib : Bersambung pada Ar-Rifa’i. Ar-Rawi
: Keturunan Sayyid Yahya bin Hasun bersambung pada Ar-Rifa’i. Julukan
Ar-Rawi berasal dari kota Rawah yang terletak di wilayah Anbar, Iraq.
Tersebar di berbagai tempat di Iraq dan Siria, merekapun banyak yang
dikenal dengan marga baru, seperti Al-Ubaid, Sawahik dll. An-Na’im :
Bersambung pada Ar-Rifa’i. Ar-Rajih : Keturunan Sayyid Rajih bin Abi
Numai Al-Awwal. Bersambung Al-Imam Musa Al-Kazhim. Tersebar di Hijaz,
termasuk Tha’if dan sebagainya. Al-Alawi (Ba’alawi) : Keturunan Sayyid
Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali
Al-Uraidhi bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal
Abidin bin Husain bin Abi Thalib. Tersesebar di hampir seluruh negeri
Islam, termasuk Indonesia berpusat di Hadhramaut-Yaman. Lebih dari tiga
ratus marga bersambung pada Sayyid Alawi ini, dan masing-masing
bersambung melalui Assayyia Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qisam
bin Alawi bin Muhammad bin Alawi. Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
memiliki dua putra, Sayyid Ali dan Sayyid Alawi. Sayyid Ali mempunyai
satu putra yaitu Muhammad Al-Faqih, dan beliau banyak memiliki
keturunan. Sedangkan Sayyid Alawi dikenal dengan sebutan Ammil-faqih dan
beliau juga memiliki banyak keturunan. Marga keturunan Ammil-faqih
antara lain : Diantara mereka adalah keluarga Azmatkhan, Al-Haddad, Bin
Semith, Ba’abud Maghfun, Bahasan Thawil, Babathinah, Bin Thahir, Bin
Hasyim, Bashurrah, Ali Lala, ‘Aidid, Bafagih, Basakutah, Bafaraj,
‘Auhaj, An-Nadhir dan Qullatain. Keturunan Ammil-faqih tidak begitu
banyak memiliki pecahan marga sebagaimana keturunan Al-faqih, namun
bukan berarti keturunan Ammil-faqih lebih sedikit dari keturunan
Al-Faqih, karena banyak dari keturunan Ammil-faqih yang tidak terdaftar,
yaitu keturunan Abdullah bin Ammil-faqih yang dulu hijrah ke Filipina
dan berbaur dengan pribumi untuk berda’wah, juga keluarga Azmatkhan yang
tersebar di India, Indonesia dan sebagainya. Di Indonesia, keluarga dan
keturunan Azmatkhan lebih banyak dari Ba’alawi yang lain, hanya saja
mereka sudah njawani, mereka sudah seperti orang Jawa biasa. Pada saat
Sayyid Husain Jamaluddin (kakek kebanyakan keluarga Azmatkhan Indonesia)
meninggalkan India, beliau pergi bersama tiga orang saudara beliau,
yaitu Sayyyid Qamaruddin, Sayyid Majiduddin dan Sayyid Tsana’uddin,
mereka memasuki daratan Cina dan negeri-negeri lain di Asia. Nah, bisa
jadi mereka juga memeliki banyak keturunan di Cina dan lainnya,
sebagaimana Sayyid Husain Jamaluddin di Indonesia. Kemudian ditemukan
pula saudara Sayyid Husain Jamaluddin yang berna Sayyid Sulaiman
Al-Baghdadi, beliau menjadi Sultan di Tailand dan sebagian keturunan
beliau hijrah ke Indonesia. Marga Keturunan Al-Faqih antar lain :
Diantara mereka adalah keluarga Mauladawilah, As-Saqqaf atau Assegaf,
Al-Idrus atau Alaydrus, Bin Syehk Abibakar (biasa disingkat BSA),
Al-Atthas atau Alatas, Bin-syihab atau Shahab, Al-Habsyi, Asy-Syathiri,
Maulakhelah, Baharun, Bafagih, Bilfagih, Ba’agil, Bin’agil, Al-Jufri,
Al-Bahar, Bin Jindan, Al-Munawwar, Al-Hamid, Hamid, Al-Bar atau Albar,
Al-Kaf, Al-Muhdhar, Al-Musawa, Al-Masyhur, Al-Muqaibil, Bin Hadun,
Al-Haddar, Al-Hinduan, Bin Yahya, Mudhar, Al-Baiti, Al-Qadri, Basyaiban,
Basyumailah, Bin Syaikhan, Ash-Shafi, Ba’umar, Al-Ghamri, Bafaraj,
Baraqba, Al-Musawa, Fad’aq, Barum, Bajahdab, Jamalullail, Assirri, Bin
Sahl, Hamdun, Kharid atau Khirid, Khunaiman, Khamur dan masih banyak
lagi yang lainnya. Keluarga Al-Alawi atau Ba’alawi berpusat di
Hadhramaut, Yaman, kemudian berpencar ke penjuru dunia, termasuk
Indonesia. Di Indonesia, mereka dikenal dengan sebutan “Habib”, kecuali
keluarga “Azmatkhan” dan “Basyaiban” yang telah lama berbaur dengan
masyarakat Jawa, maka merekapun -yang menjadi tokoh agama Gelar sebutan
para Sayyid Rabithah Alawiyah :: dalam artikel onlinenya, menyatakan
bahwa menurut Sayyid Muhammad Ahmad al-Syatri dalam bukunya Sirah
al-Salaf Min Bani Alawi al-Husainiyyin, para salaf kaum Alawi di
Hadramaut dibagi menjadi empat tahap yang masing-masing tahap mempunyai
gelar tersendiri. Gelar yang diberikan oleh masyarakat Hadramaut kepada
tokoh-tokoh besar Alawiyin ialah : 1. IMAM (dari abad III H sampai abad
VII H). Tahap ini ditandai perjuangan keras Ahmad al-Muhajir dan
keluarganya untuk menghadapi kaum khariji. Menjelang akhir abad 12
keturunan Ahmad al-Muhajir tinggal beberapa orang saja. Pada tahap ini
tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi
bin Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam Salim bin Bashri. 2. SYAIKH (dari
abad VII H sampai abad XI H). Tahapan ini dimulai dengan munculnya
Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan berkembangnya
tasawuf, bidang perekonomian dan mulai berkembangnya jumlah keturunan
al-Muhajir. Pada masa ini terdapat beberapa tokoh besar seperti Muhammad
al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia lahir, dibesarkan dan wafat di Tarim.
3. HABIB (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV). Tahap ini ditandai
dengan mulai membanjirnya hijrah kaum Alawi keluar Hadramaut. Dan di
antara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang
peninggalannya masih dapat disaksikan hingga kini, di antaranya kerajaan
Alaydrus di Surrat (India), kesultanan al-Qadri di kepulauan Komoro dan
Pontianak, al-Syahab di Siak dan Bafaqih di Filipina. Tokoh utama
‘Alawi masa ini adalah Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad yang
mempunyai daya pikir, daya ingat dan kemampuan menghafalnya yang luar
biasa, juga terdapat Habib Abdurahman bin Abdullah Bilfaqih, Habib
Muhsin bin Alwi al-Saqqaf, Habib Husain bin syaikh Abu Bakar bin Salim,
Habib Hasan bin Soleh al-Bahar, Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi. 4.
SAYYID (mulai dari awal abad XIV ). Tahap ini ditandai kemunduran
kecermelangan kaum Alawi. Di antara para tokoh tahap ini ialah Imam Ali
bin Muhammad al-Habsyi, Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, Allamah Abu Bakar
bin Abdurahman Syahab, Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib
Husain bin Hamid al-Muhdhar. Sejarawan Hadramaut Muhammad Bamuthrif
mengatakan bahwa Alawiyin atau qabilah Ba’alawi dianggap qabilah yang
terbesar jumlahnya di Hadramaut dan yang paling banyak hijrah ke Asia
dan Afrika. Qabilah Alawiyin di Hadramaut dianggap orang Yaman karena
mereka tidak berkumpul kecuali di Yaman dan sebelumnya tidak terkenal di
luar Yaman. Kebanyakan dari Masyarakat umum dan bahkan kaum Sayyid /
Syarif di Indonesia menganggap keturunan yang sah apabila para sayyid /
syarif tersebut mempunyai nasab yang tak terputus dari jalur laki إِنَّا
أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ “Sesungguhnya Kami memberimu karunia yang
agung.” Al-Kautsar artinya karunia yang agung, dan karunia yang dimaksud
dalam ayat itu adalah bahwa Allah memberi banyak keturunan pada
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam melalui putri beliau, Fatimah
Az-Zahra’. Sedangkan Abu lahab dan ‘Ash bin Wa’il dinyatakan oleh ayat
terakhir surat Al-Kautsar bahwa justru merekalah yang tidak akan
memiliki keturunan, yaitu ayat.. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ
“Sesungguhnya orang yang membencimu itulah yang tidak sempurna (putus
keturunan).” Benarlah apa yang difirmankan oleh Allah, sampai kini
keturunan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, melalui Al-Hasan dan
Al-Husain putra Fatimah Az-Zahra’, benar-benar memenuhi belahan bumi,
baik mereka yang dikenal sebagai cucu Rasulullah oleh masyarakat, maupun
yang tidak. Kalau ada yang berkata bahwa tidak semua Kiai keturunan
“Sunan” itu bergaris laki-laki, bahkan kebanyakan mereka (?) adalah
keturunan “Sunan” dari perempuan, maka pertanyaan itu justru dijawab
dengan pertanyaan “kenapa kalau bergaris perempuan?”. Islam dan “budaya
berpendidikan” telah sepakat untuk membenarkan “status keturunan” dari
garis perempuan. Maka bila ada orang yang membeda-bedakan geris
laki-laki dan perempuan maka berarti orang itu bukan penganut paham
Islam dan bukan pula penganut “budaya berpendidikan.” Dan lebih “tidak
berpendidikan” lagi orang yang mengatakan bahwa hubungan nasab keturunan
anak perempuan terputus dari ayah si perempuan. Semoga Allah Swt selalu
merahmati kita semua fil Jasad, wal batin ngindarRUH amin Wallahu a'lam
Wassalam Sumber : Syarifah Aisyah Al-Haddar
Antara Sayyid, Syarif, Habib, Alawiyin dan Kyai
(dibahas tuntas disini) ^^
Sayyid berasal dari bahasa Arab yang berarti Tuan atau junjungan. Kaum Sayyid dianggap sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw melalui putrinya Fatimah Az Zahra. Kaum Sayyid adalah keturunan dari Husein ( Cucu Nabi Muhammad Saw ). Sayyid adalah sebutan untuk laki- laki dan Sayyidah untuk sebutan perempuan.
Adapun keturunan yang melalui jalur Hasan ( cucu Nabi Muhammad Saw ) disebut dengan Syarif ( untuk laki - laki ) dan Syarifah ( untuk perempuan).
Kata Sayyid / Syarif dan Sayyidah atau Syarifah digunakan sebagai keterangan saja bukan untuk gelar. Gelar bagi mereka adalah Habib ( kekasih ) untuk laki- laki dan Habibah untuk perempuan.
Mereka terbagi dalam kabilah -kabilah / keluarga / marga yang biasanya terdapat di akhir nama mereka misal Al Habsy, Al Hadad dan lain – lain. Diantara kabilah - kabilah tersebut banyak yang mempunyai pimpinan secara turun temurun yang bergelar Munsib. Para Munsib berdiam di lingkungan keluarga yang paling besar atau di tempat asal keluarga.
Ada sejumlah keluarga Sayyid yang dianggap suci dan setara dengan wali, sedangkan golongan lain dianggap sebagai golongan Awas ( ahl al Kasyf ).
Tradisi cium tangan oleh orang yang bukan Sayyid / Syarif kepada kaum Sayyid / Syarif sebagai penghormatan disebut dengan Taqbil.
Gelar habib juga dipakai oleh keturunan Abas bin Abdul Mutallib ( Abbasiyyin ) dan Abi Talib bin Mutallib ( Talbiyyin ).
Allawiyyin adalah sebutan bagi keturunan dari Ahmad bin Isa yang merupakan merupakan keturunan Ali bin Abu Thalib dan Fatimah az-Zahra.
Mereka yang membatasi gelar sayyid hanya untuk keturunan Nabi Muhammad Saw melalui Fatimah az-Zahra, tidak akan memasukkan Allawi/Alavis dari jalur Ali bin Abu Thalib dengan istri yang lain ( Selain Fatimah Az Zahra ) kedalam sayyid.
Jauh sebelum itu, pada abad - abad pertama Hijriyah, julukan Alawiyin ( Alawi ) digunakan oleh setiap orang yang bernasab kepada Ali bin Abi Thalib, baik nasab secara keturunan ataupun karena persahabatan akrab. Kemudian sebutan Alawi itu dikhususkan untuk keturunan Hasan dan Husein. Seiring berjalannya waktu, akhirnya Alawi hanya berlaku bagi keturunan Alwi bin Ubaidullah. Alwi adalah anak pertama dari cucu Ahmad bin Isa.
Kaum Arab yang bukan Sayyid / Syarif disebut Qabili.
Kaum Sayyid yang pertama masuk di Indonesia adalah marga Basyaiban dan Azmathkhan yang hingga kini keturunannya banyak yang sudah berbaur dengan masyarakat jawa bahkan sudah agak sulit dikenali secara Fisik dan nama yang kebanyakan sejak pertama masuk ke Indonesia memang sudah menyesuaikan diri dengan mengganti nama mereka dengan nama Jawa agar mudah diterima dalam dakwahnya serta membuka diri dengan menikahi kaum yang bukan Sayyid ( Pribumi ). Berbeda dengan kaum sayyid yang lain yang kedatangannya jauh sesudah kedua marga tersebut yang masih membatasi hubungan dan perkawinannya hanya dengan kelompoknya saja, sehingga masih mudah dikenali dari bentuk fisiknya sebagai etnis arab dan nama marga yang biasanya disebutkan di belakang namanya seperti Al Habsy, Al Hadad dan lain - lain. Hal ini sesuai dengan penelitian L.W.C Van Den Berg dalam bukunya Le Hadramawt et Les Colonies Arabes dans l’Archipel Indien (1886) mengatakan:”Ada pun hasil nyata dalam
penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid
Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar diantara raja-raja
Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga
suku-suku lain Hadramawt (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi
mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan
mereka (yakni kaum Sayyid Syarif Hadramaut) adalah keturunan dari tokoh
pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”
Dalam buku yang sama hal 192-204, Van Den Berg menulis:”Pada abad XV, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembes ar
Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian
Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi
Muhammad SAW).
Orang-orang Arab Hadramawt membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peran akan
Arab mengikuti jejak nenek moyangnya." Perhatikanlah tulisan Van Den
Berg ini yang spesifik menyebut abad XV, yang merupakan abad spesifik
kedatangan dan / atau kelahiran sebagian besar Wali Songo di pulau Jawa.
Abad XV ini jauh lebih awal dari abad XVIII yang merupakan kedatangan
kaum Hadramawt gelombang berikutnya yaitu mereka yang sekarang kita
kenal bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri,
Syihab, Syahab dan banyak marga hadramawt lainnya.
Marga Hadramawt yang termasuk sayyid antara lain :
Afiff, Alatas, Alaydrus, Albar, Algadrie, Alhabsyi, AlHamid, AlHadar, AlHadad, AlJufri, Assegaff, Attamimi, AlMuhazir, Baaqil, Baraja (Syekh), Basyaiban, Baridwan, Bawazier, BinSechbubakar, Jamalullail, Maula Dawileh, Maula Heleh /Maula Helah, Shahab, Shihab dll.
Adapun Marga Hadramawt yang termasuk Qabili antara lain : Abud, AbdulAzis, Addibani, Alkatiri, Ba’asyir , Bachrak, Badjubier, Bafadhal, Bahasuan, Basyaib, Baswedan, Haneman,Kawilah , Thalib, bahafdullah dll.
Marga keturunan Hasan antara lain :
Syambar (Syanabirah) : Keturunan Sayyid Syambar bin Hasan bin Abu Numai Ats-Tsani. Bersambung pada Sayyid Qatadah bin Idris bin Mutha’in. Bersambung pada Sayyid Musa Al-Jun bin Abdullah Al-Kamil bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Tersebar di sekitar Makkah dan Tha’if.
Barakat : Keturunan Barakat bin Abu Numai Ats-Tsani. Tersebar di sekitar Makkah dan Tha’if. merekapun banyak yang dikenal dengan marga baru, seperti Al-Ghaits, Nasir, Aal-Muflih dll.
Al-Jazan : Keturunan Sayyid Jazan bin Qaytabay bin Hasan bin Abu Numai Ats-Tsani. Tersebar di Tha’if dan sekitarnya.
Al-Harits : Keturunan Sayyid Muhammad Al-Harits bin Hasan bin Abu Numai Ats-Tsani. Tersebar di Mekkah, Tha’if dan sekitarnya.
Hamud : Bersambung pada Hasan Abu Numai Ats-Tsani. Tersebar di Makkah dan sekitarnya.
Al-Hazim : Keturunan Sayyid Hasan bin Abu Numai Ats-Tsani. Tersebar di Makkah, Jeddah dll. Sebagian mereka dikenal dengan julukan Barakat.
Zaid : Keturunan Sayyid Zaid bin Muhsin bin Husain bin Hasan bin Abu Numai Ats-Tsani. Kekuasaan kota Makkah ada pada keluarga mereka selama lebih dari dua abad sebelum keluarga ‘Aun. Dari mereka banyak yang dikenal dengan julukan lain, seperti marga Yahya, Abdullah, Ghalib, Musa’id dll.
Al-Amir : Keturunan Al-Amir Khalid Quthbuddin bin Muhammad bin Hasyim bin Wahhas bin Muhammad bin Hasyim bin Ghanim. Bersambung pada Sayyid Sulaiman bin Abdullah Ar-Ridha bin Musa Al-Jun.
Ats-Tsa’labi (Tsa’alibi) : Keturunan Tsa’lab bin Mutha’in. Bersambung pada Sayyid Musa Al-Jun. Kebanyakan mereka tinggal di pesisir pantai Laut Merah di Jeddah.
Al-Ja’fari : Keturunan Sayyid Ja’far bin Ni’matullah Al-Akbar bin Ali bin Dawud bin Sulaiman bin Abdullah Ar-Ridha bin Musa Al-Jun. Tersebar di Yaman dll.
Al-Jailani : Keturunan Sayyid Asy-Syehk Abdulqadir Al-Jailani. Bersambung pada Sayyid Musa Al-Jun. Tersebar di Iraq, Siria, Maroko dll. Di Maroko mereka lebih dikenal dengan julukan Al-Kailani dan Al-Qadiri.
Az-Za’bi : Keturunan Sayyid Abdul Aziz Az-Za’bi bin Abudulqadir Al-Jailani. Tersebar di Palestina, Jordan, Siria, Beirut dll
Al-Khawaji : Keturunan Sayyid Ali Al-Khawaji bin Sulaiman bin Ghanim. Bersambung pada Sayyid Sulaiman bin Abdullah Ar-Ridha bin Musa Al-Jun.
Asy-Syammakhi : Keturunan Sayyid Syammakh bin Yahya bin Dawud bin Abi Ath-Thayyib. Bersambung pada Sayyid Sulaiman bin Abdullah Ar-Ridha bin Musa Al-Jun bin Abdullah Al-Kamil bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Adz-Dzarwi : Keturunan Sayyid Dzarwah bin Hasan bin Yahya bin Dawud Abu Ath-Thayyib.
Al-Anbari : Bersambung pada Adz-Dzarwi.
Thayyib : Bersambung pada Adz-Dzarwi.
Al-Musaawi : Bersambung pada Adz-Dzarwi.
Al-Jauhari (Jawahirah) : Keturunan Asy-Syarif Syaiban bin Yahya bin Dawud Abu Ath-Thayyib.
Al-Idrisi Al-Maghribi : Keturunan Sayyid Idris bin yang bersambung padan Sayyidina Muhammad bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Leluhur mereka adalah pendiri Kerajaan Maroko, kerajaan ini berjaya sampai kini dan secara turun temurun dikuasai oleh keluarga Al-Idrisi atau Adarisah.
Al-Idrisi Al-Ifriqi : Keturunan Sayyid Idris bin Abdullah bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Abi Thalib. Tersebar di Afrika Utara.
Al-Maliki Al-Hasani : Bersambung pada Al-Idrisi.
Al-Masyhur Al-Hasani : Marga ini sebenarnya adalah “Bin Masyhur”, namun, pada masa kolonial Belanda, orang-orang Belanda menyebut “Al-Masyhur” untuk memukul rata marga-marga Arab dengan awalan “al”
Marga keturunan Al-Husain antara lain :
Ar-Rifa’i : Keturunan Sayyid Hasan Rifa’ah bin Ali Al-Mahdi bin Al-Qasim bin Husain bin Ahmad bin Musa bin Abi Sabhah bin Ibrahim Al-Murtadha Al-Ashghar bin Musa Al-Kazhim bin Ja’far Ash-Shadiq. Mereka tersebar di Bashrah, Kuwait, Palestina, Jordan dan lain-lain.
Al-Kayali : Bersambung pada Ar-Rifa’i.
Ash-Shayyadi : Bersambung pada Ar-Rifa’i.
An-Naqib : Bersambung pada Ar-Rifa’i.
Ar-Rawi : Keturunan Sayyid Yahya bin Hasun bersambung pada Ar-Rifa’i. Julukan Ar-Rawi berasal dari kota Rawah yang terletak di wilayah Anbar, Iraq. Tersebar di berbagai tempat di Iraq dan Siria, merekapun banyak yang dikenal dengan marga baru, seperti Al-Ubaid, Sawahik dll.
An-Na’im : Bersambung pada Ar-Rifa’i.
Ar-Rajih : Keturunan Sayyid Rajih bin Abi Numai Al-Awwal. Bersambung Al-Imam Musa Al-Kazhim. Tersebar di Hijaz, termasuk Tha’if dan sebagainya.
Al-Alawi (Ba’alawi) : Keturunan Sayyid Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Abi Thalib. Tersesebar di hampir seluruh negeri Islam, termasuk Indonesia berpusat di Hadhramaut-Yama n.
Lebih dari tiga ratus marga bersambung pada Sayyid Alawi ini, dan
masing-masing bersambung melalui Assayyia Muhammad Shahib Mirbath bin
Ali Khali’ Qisam bin Alawi bin Muhammad bin Alawi. Sayyid Muhammad
Shahib Mirbath memiliki dua putra, Sayyid Ali dan Sayyid Alawi. Sayyid
Ali mempunyai satu putra yaitu Muhammad Al-Faqih, dan beliau banyak
memiliki keturunan. Sedangkan Sayyid Alawi dikenal dengan sebutan
Ammil-faqih dan beliau juga memiliki banyak keturunan.
Marga keturunan Ammil-faqih antara lain :
Diantara mereka adalah keluarga Azmatkhan, Al-Haddad, Bin Semith, Ba’abud Maghfun, Bahasan Thawil, Babathinah, Bin Thahir, Bin Hasyim, Bashurrah, Ali Lala, ‘Aidid, Bafagih, Basakutah, Bafaraj, ‘Auhaj, An-Nadhir dan Qullatain.
Keturunan Ammil-faqih tidak begitu banyak memiliki pecahan marga sebagaimana keturunan Al-faqih, namun bukan berarti keturunan Ammil-faqih lebih sedikit dari keturunan Al-Faqih, karena banyak dari keturunan Ammil-faqih yang tidak terdaftar, yaitu keturunan Abdullah bin Ammil-faqih yang dulu hijrah ke Filipina dan berbaur dengan pribumi untuk berda’wah, juga keluarga Azmatkhan yang tersebar di India, Indonesia dan sebagainya. Di Indonesia, keluarga dan keturunan Azmatkhan lebih banyak dari Ba’alawi yang lain, hanya saja mereka sudah njawani, mereka sudah seperti orang Jawa biasa.
Pada saat Sayyid Husain Jamaluddin (kakek kebanyakan keluarga Azmatkhan Indonesia) meninggalkan India, beliau pergi bersama tiga orang saudara beliau, yaitu Sayyyid Qamaruddin, Sayyid Majiduddin dan Sayyid Tsana’uddin, mereka memasuki daratan Cina dan negeri-negeri lain di Asia. Nah, bisa jadi mereka juga memeliki banyak keturunan di Cina dan lainnya, sebagaimana Sayyid Husain Jamaluddin di Indonesia. Kemudian ditemukan pula saudara Sayyid Husain Jamaluddin yang berna Sayyid Sulaiman Al-Baghdadi, beliau menjadi Sultan di Tailand dan sebagian keturunan beliau hijrah ke Indonesia.
Marga Keturunan Al-Faqih antar lain :
Diantara mereka adalah keluarga Mauladawilah, As-Saqqaf atau Assegaf, Al-Idrus atau Alaydrus, Bin Syehk Abibakar (biasa disingkat BSA), Al-Atthas atau Alatas, Bin-syihab atau Shahab, Al-Habsyi, Asy-Syathiri, Maulakhelah, Baharun, Bafagih, Bilfagih, Ba’agil, Bin’agil, Al-Jufri, Al-Bahar, Bin Jindan, Al-Munawwar, Al-Hamid, Hamid, Al-Bar atau Albar, Al-Kaf, Al-Muhdhar, Al-Musawa, Al-Masyhur, Al-Muqaibil, Bin Hadun, Al-Haddar, Al-Hinduan, Bin Yahya, Mudhar, Al-Baiti, Al-Qadri, Basyaiban, Basyumailah, Bin Syaikhan, Ash-Shafi, Ba’umar, Al-Ghamri, Bafaraj, Baraqba, Al-Musawa, Fad’aq, Barum, Bajahdab, Jamalullail, Assirri, Bin Sahl, Hamdun, Kharid atau Khirid, Khunaiman, Khamur dan masih banyak lagi yang lainnya.
Keluarga Al-Alawi atau Ba’alawi berpusat di Hadhramaut, Yaman, kemudian berpencar ke penjuru dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, mereka dikenal dengan sebutan “Habib”, kecuali keluarga “Azmatkhan” dan “Basyaiban” yang telah lama berbaur dengan masyarakat Jawa, maka merekapun -yang menjadi tokoh agama- lebih dikenal dengan julukan semisal Kiai.
Gelar sebutan para Sayyid/ Syarif berdasarkan periode abad
Rabithah Alawiyah :: dalam artikel onlinenya, menyatakan bahwa menurut Sayyid Muhammad Ahmad al-Syatri dalam bukunya Sirah al-Salaf Min Bani Alawi al-Husainiyyin, para salaf kaum Alawi di
Hadramaut dibagi menjadi empat tahap yang masing-masing tahap mempunyai
gelar tersendiri. Gelar yang diberikan oleh masyarakat Hadramaut kepada
tokoh-tokoh besar Alawiyin ialah :
1. IMAM (dari abad III H sampai abad VII H). Tahap ini ditandai perjuangan keras Ahmad al-Muhajir dan keluarganya untuk menghadapi kaum khariji. Menjelang akhir abad 12 keturunan Ahmad al-Muhajir tinggal beberapa orang saja. Pada tahap ini tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam Salim bin Bashri.
2. SYAIKH (dari abad VII H sampai abad XI H). Tahapan ini dimulai dengan munculnya Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan berkembangnya tasawuf, bidang perekonomian dan mulai berkembangnya jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa ini terdapat beberapa tokoh besar seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia lahir, dibesarkan dan wafat di Tarim.
3. HABIB (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV). Tahap ini ditandai dengan mulai membanjirnya hijrah kaum Alawi keluar Hadramaut. Dan di antara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang peninggalannya masih dapat disaksikan hingga kini, di antaranya kerajaan Alaydrus di Surrat (India), kesultanan al-Qadri di kepulauan Komoro dan Pontianak, al-Syahab di Siak dan Bafaqih di Filipina. Tokoh utama ‘Alawi masa ini adalah Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad yang mempunyai daya pikir, daya ingat dan kemampuan menghafalnya yang luar biasa, juga terdapat Habib Abdurahman bin Abdullah Bilfaqih, Habib Muhsin bin Alwi al-Saqqaf, Habib Husain bin syaikh Abu Bakar bin Salim, Habib Hasan bin Soleh al-Bahar, Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi.
4. SAYYID (mulai dari awal abad XIV ). Tahap ini ditandai kemunduran kecermelangan kaum Alawi. Di antara para tokoh tahap ini ialah Imam Ali bin Muhammad al-Habsyi, Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, Allamah Abu Bakar bin Abdurahman Syahab, Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib Husain bin Hamid al-Muhdhar. Sejarawan Hadramaut Muhammad Bamuthrif mengatakan bahwa Alawiyin atau qabilah Ba’alawi dianggap qabilah yang terbesar jumlahnya di Hadramaut dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika. Qabilah Alawiyin di Hadramaut dianggap orang Yaman karena mereka tidak berkumpul kecuali di Yaman dan sebelumnya tidak terkenal di luar Yaman.
Kebanyakan dari Masyarakat umum dan bahkan kaum Sayyid / Syarif di Indonesia menganggap keturunan yang sah apabila para sayyid / syarif tersebut mempunyai nasab yang tak terputus dari jalur laki - laki, sehingga bila para Syayyid san Syarif tersebut telah memiliki jalur perempuan kemudian dianggapnya tidak sah. Hal ini adalah budaya Arab Jahiliyah yang dapat dibuktikan secara otentik dengan melihat turunnya surat al Quran yang sebelumnya didasarkan pada kejadian yang dialami Nabi Muhammad Saw yakni ketika Al-Qasim, putra Rasulullah, wafat dalam usia masih kecil, terdengarlah berita duka itu oleh beberapa tokoh musyrikin, diantara mereka adalah Abu Lahab dan ‘Ash bin Wa’il. Mereka kegirangan dengan berita itu, mereka mengejek Rasulullah dengan mengatakan bahwa beliau tidak lagi memiliki anak laki-laki yang dapat melanjutkan generasi keluarga beliu, sementara orang Arab pada masa itu merasa bangga bila memiliki anak laki-laki untuk melanjutkan garis keturunan mereka. Menjawab ejekan Abu Lahab dan ‘Ash bin Wa’il itu Allah menurunkan surat Al-Kautsar yang ayat pertamanya berbunyi:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
“Sesungguhnya Kami memberimu karunia yang agung.”
Al-Kautsar artinya karunia yang agung, dan karunia yang dimaksud dalam ayat itu adalah bahwa Allah memberi banyak keturunan pada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam melalui putri beliau, Fatimah Az-Zahra’.
Sedangkan Abu lahab dan ‘Ash bin Wa’il dinyatakan oleh ayat terakhir surat Al-Kautsar bahwa justru merekalah yang tidak akan memiliki keturunan, yaitu ayat..
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ
“Sesungguhnya orang yang membencimu itulah yang tidak sempurna (putus keturunan).”
Benarlah apa yang difirmankan oleh Allah, sampai kini keturunan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, melalui Al-Hasan dan Al-Husain putra Fatimah Az-Zahra’, benar-benar memenuhi belahan bumi, baik mereka yang dikenal sebagai cucu Rasulullah oleh masyarakat, maupun yang tidak.
Kalau ada yang berkata bahwa tidak semua Kiai keturunan “Sunan” itu bergaris laki-laki, bahkan kebanyakan mereka (?) adalah keturunan “Sunan” dari perempuan, maka pertanyaan itu justru dijawab dengan pertanyaan “kenapa kalau bergaris perempuan?”. Islam dan “budaya berpendidikan” telah sepakat untuk membenarkan “status keturunan” dari garis perempuan. Maka bila ada orang yang membeda-bedakan geris laki-laki dan perempuan maka berarti orang itu bukan penganut paham Islam dan bukan pula penganut “budaya berpendidikan.”
Dan lebih “tidak berpendidikan” lagi orang yang mengatakan bahwa
hubungan nasab keturunan anak perempuan terputus dari ayah si perempuan.
Semoga Allah Swt selalu merahmati kita semua fil Jasad, wal batin ngindarRUH amin
Wallahu a'lam
Wassalam
Sumber : Syarifah Aisyah Al-Haddar
(dibahas tuntas disini) ^^
Sayyid berasal dari bahasa Arab yang berarti Tuan atau junjungan. Kaum Sayyid dianggap sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw melalui putrinya Fatimah Az Zahra. Kaum Sayyid adalah keturunan dari Husein ( Cucu Nabi Muhammad Saw ). Sayyid adalah sebutan untuk laki- laki dan Sayyidah untuk sebutan perempuan.
Adapun keturunan yang melalui jalur Hasan ( cucu Nabi Muhammad Saw ) disebut dengan Syarif ( untuk laki - laki ) dan Syarifah ( untuk perempuan).
Kata Sayyid / Syarif dan Sayyidah atau Syarifah digunakan sebagai keterangan saja bukan untuk gelar. Gelar bagi mereka adalah Habib ( kekasih ) untuk laki- laki dan Habibah untuk perempuan.
Mereka terbagi dalam kabilah -kabilah / keluarga / marga yang biasanya terdapat di akhir nama mereka misal Al Habsy, Al Hadad dan lain – lain. Diantara kabilah - kabilah tersebut banyak yang mempunyai pimpinan secara turun temurun yang bergelar Munsib. Para Munsib berdiam di lingkungan keluarga yang paling besar atau di tempat asal keluarga.
Ada sejumlah keluarga Sayyid yang dianggap suci dan setara dengan wali, sedangkan golongan lain dianggap sebagai golongan Awas ( ahl al Kasyf ).
Tradisi cium tangan oleh orang yang bukan Sayyid / Syarif kepada kaum Sayyid / Syarif sebagai penghormatan disebut dengan Taqbil.
Gelar habib juga dipakai oleh keturunan Abas bin Abdul Mutallib ( Abbasiyyin ) dan Abi Talib bin Mutallib ( Talbiyyin ).
Allawiyyin adalah sebutan bagi keturunan dari Ahmad bin Isa yang merupakan merupakan keturunan Ali bin Abu Thalib dan Fatimah az-Zahra.
Mereka yang membatasi gelar sayyid hanya untuk keturunan Nabi Muhammad Saw melalui Fatimah az-Zahra, tidak akan memasukkan Allawi/Alavis dari jalur Ali bin Abu Thalib dengan istri yang lain ( Selain Fatimah Az Zahra ) kedalam sayyid.
Jauh sebelum itu, pada abad - abad pertama Hijriyah, julukan Alawiyin ( Alawi ) digunakan oleh setiap orang yang bernasab kepada Ali bin Abi Thalib, baik nasab secara keturunan ataupun karena persahabatan akrab. Kemudian sebutan Alawi itu dikhususkan untuk keturunan Hasan dan Husein. Seiring berjalannya waktu, akhirnya Alawi hanya berlaku bagi keturunan Alwi bin Ubaidullah. Alwi adalah anak pertama dari cucu Ahmad bin Isa.
Kaum Arab yang bukan Sayyid / Syarif disebut Qabili.
Kaum Sayyid yang pertama masuk di Indonesia adalah marga Basyaiban dan Azmathkhan yang hingga kini keturunannya banyak yang sudah berbaur dengan masyarakat jawa bahkan sudah agak sulit dikenali secara Fisik dan nama yang kebanyakan sejak pertama masuk ke Indonesia memang sudah menyesuaikan diri dengan mengganti nama mereka dengan nama Jawa agar mudah diterima dalam dakwahnya serta membuka diri dengan menikahi kaum yang bukan Sayyid ( Pribumi ). Berbeda dengan kaum sayyid yang lain yang kedatangannya jauh sesudah kedua marga tersebut yang masih membatasi hubungan dan perkawinannya hanya dengan kelompoknya saja, sehingga masih mudah dikenali dari bentuk fisiknya sebagai etnis arab dan nama marga yang biasanya disebutkan di belakang namanya seperti Al Habsy, Al Hadad dan lain - lain. Hal ini sesuai dengan penelitian L.W.C Van Den Berg dalam bukunya Le Hadramawt et Les Colonies Arabes dans l’Archipel Indien (1886) mengatakan:”Ada
Dalam buku yang sama hal 192-204, Van Den Berg menulis:”Pada abad XV, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan
Orang-orang Arab Hadramawt membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peran
Marga Hadramawt yang termasuk sayyid antara lain :
Afiff, Alatas, Alaydrus, Albar, Algadrie, Alhabsyi, AlHamid, AlHadar, AlHadad, AlJufri, Assegaff, Attamimi, AlMuhazir, Baaqil, Baraja (Syekh), Basyaiban, Baridwan, Bawazier, BinSechbubakar,
Adapun Marga Hadramawt yang termasuk Qabili antara lain : Abud, AbdulAzis, Addibani, Alkatiri, Ba’asyir , Bachrak, Badjubier, Bafadhal, Bahasuan, Basyaib, Baswedan, Haneman,Kawilah
Marga keturunan Hasan antara lain :
Syambar (Syanabirah) : Keturunan Sayyid Syambar bin Hasan bin Abu Numai Ats-Tsani. Bersambung pada Sayyid Qatadah bin Idris bin Mutha’in. Bersambung pada Sayyid Musa Al-Jun bin Abdullah Al-Kamil bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Tersebar di sekitar Makkah dan Tha’if.
Barakat : Keturunan Barakat bin Abu Numai Ats-Tsani. Tersebar di sekitar Makkah dan Tha’if. merekapun banyak yang dikenal dengan marga baru, seperti Al-Ghaits, Nasir, Aal-Muflih dll.
Al-Jazan : Keturunan Sayyid Jazan bin Qaytabay bin Hasan bin Abu Numai Ats-Tsani. Tersebar di Tha’if dan sekitarnya.
Al-Harits : Keturunan Sayyid Muhammad Al-Harits bin Hasan bin Abu Numai Ats-Tsani. Tersebar di Mekkah, Tha’if dan sekitarnya.
Hamud : Bersambung pada Hasan Abu Numai Ats-Tsani. Tersebar di Makkah dan sekitarnya.
Al-Hazim : Keturunan Sayyid Hasan bin Abu Numai Ats-Tsani. Tersebar di Makkah, Jeddah dll. Sebagian mereka dikenal dengan julukan Barakat.
Zaid : Keturunan Sayyid Zaid bin Muhsin bin Husain bin Hasan bin Abu Numai Ats-Tsani. Kekuasaan kota Makkah ada pada keluarga mereka selama lebih dari dua abad sebelum keluarga ‘Aun. Dari mereka banyak yang dikenal dengan julukan lain, seperti marga Yahya, Abdullah, Ghalib, Musa’id dll.
Al-Amir : Keturunan Al-Amir Khalid Quthbuddin bin Muhammad bin Hasyim bin Wahhas bin Muhammad bin Hasyim bin Ghanim. Bersambung pada Sayyid Sulaiman bin Abdullah Ar-Ridha bin Musa Al-Jun.
Ats-Tsa’labi (Tsa’alibi) : Keturunan Tsa’lab bin Mutha’in. Bersambung pada Sayyid Musa Al-Jun. Kebanyakan mereka tinggal di pesisir pantai Laut Merah di Jeddah.
Al-Ja’fari : Keturunan Sayyid Ja’far bin Ni’matullah Al-Akbar bin Ali bin Dawud bin Sulaiman bin Abdullah Ar-Ridha bin Musa Al-Jun. Tersebar di Yaman dll.
Al-Jailani : Keturunan Sayyid Asy-Syehk Abdulqadir Al-Jailani. Bersambung pada Sayyid Musa Al-Jun. Tersebar di Iraq, Siria, Maroko dll. Di Maroko mereka lebih dikenal dengan julukan Al-Kailani dan Al-Qadiri.
Az-Za’bi : Keturunan Sayyid Abdul Aziz Az-Za’bi bin Abudulqadir Al-Jailani. Tersebar di Palestina, Jordan, Siria, Beirut dll
Al-Khawaji : Keturunan Sayyid Ali Al-Khawaji bin Sulaiman bin Ghanim. Bersambung pada Sayyid Sulaiman bin Abdullah Ar-Ridha bin Musa Al-Jun.
Asy-Syammakhi : Keturunan Sayyid Syammakh bin Yahya bin Dawud bin Abi Ath-Thayyib. Bersambung pada Sayyid Sulaiman bin Abdullah Ar-Ridha bin Musa Al-Jun bin Abdullah Al-Kamil bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Adz-Dzarwi : Keturunan Sayyid Dzarwah bin Hasan bin Yahya bin Dawud Abu Ath-Thayyib.
Al-Anbari : Bersambung pada Adz-Dzarwi.
Thayyib : Bersambung pada Adz-Dzarwi.
Al-Musaawi : Bersambung pada Adz-Dzarwi.
Al-Jauhari (Jawahirah) : Keturunan Asy-Syarif Syaiban bin Yahya bin Dawud Abu Ath-Thayyib.
Al-Idrisi Al-Maghribi : Keturunan Sayyid Idris bin yang bersambung padan Sayyidina Muhammad bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Leluhur mereka adalah pendiri Kerajaan Maroko, kerajaan ini berjaya sampai kini dan secara turun temurun dikuasai oleh keluarga Al-Idrisi atau Adarisah.
Al-Idrisi Al-Ifriqi : Keturunan Sayyid Idris bin Abdullah bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Abi Thalib. Tersebar di Afrika Utara.
Al-Maliki Al-Hasani : Bersambung pada Al-Idrisi.
Al-Masyhur Al-Hasani : Marga ini sebenarnya adalah “Bin Masyhur”, namun, pada masa kolonial Belanda, orang-orang Belanda menyebut “Al-Masyhur” untuk memukul rata marga-marga Arab dengan awalan “al”
Marga keturunan Al-Husain antara lain :
Ar-Rifa’i : Keturunan Sayyid Hasan Rifa’ah bin Ali Al-Mahdi bin Al-Qasim bin Husain bin Ahmad bin Musa bin Abi Sabhah bin Ibrahim Al-Murtadha Al-Ashghar bin Musa Al-Kazhim bin Ja’far Ash-Shadiq. Mereka tersebar di Bashrah, Kuwait, Palestina, Jordan dan lain-lain.
Al-Kayali : Bersambung pada Ar-Rifa’i.
Ash-Shayyadi : Bersambung pada Ar-Rifa’i.
An-Naqib : Bersambung pada Ar-Rifa’i.
Ar-Rawi : Keturunan Sayyid Yahya bin Hasun bersambung pada Ar-Rifa’i. Julukan Ar-Rawi berasal dari kota Rawah yang terletak di wilayah Anbar, Iraq. Tersebar di berbagai tempat di Iraq dan Siria, merekapun banyak yang dikenal dengan marga baru, seperti Al-Ubaid, Sawahik dll.
An-Na’im : Bersambung pada Ar-Rifa’i.
Ar-Rajih : Keturunan Sayyid Rajih bin Abi Numai Al-Awwal. Bersambung Al-Imam Musa Al-Kazhim. Tersebar di Hijaz, termasuk Tha’if dan sebagainya.
Al-Alawi (Ba’alawi) : Keturunan Sayyid Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Abi Thalib. Tersesebar di hampir seluruh negeri Islam, termasuk Indonesia berpusat di Hadhramaut-Yama
Marga keturunan Ammil-faqih antara lain :
Diantara mereka adalah keluarga Azmatkhan, Al-Haddad, Bin Semith, Ba’abud Maghfun, Bahasan Thawil, Babathinah, Bin Thahir, Bin Hasyim, Bashurrah, Ali Lala, ‘Aidid, Bafagih, Basakutah, Bafaraj, ‘Auhaj, An-Nadhir dan Qullatain.
Keturunan Ammil-faqih tidak begitu banyak memiliki pecahan marga sebagaimana keturunan Al-faqih, namun bukan berarti keturunan Ammil-faqih lebih sedikit dari keturunan Al-Faqih, karena banyak dari keturunan Ammil-faqih yang tidak terdaftar, yaitu keturunan Abdullah bin Ammil-faqih yang dulu hijrah ke Filipina dan berbaur dengan pribumi untuk berda’wah, juga keluarga Azmatkhan yang tersebar di India, Indonesia dan sebagainya. Di Indonesia, keluarga dan keturunan Azmatkhan lebih banyak dari Ba’alawi yang lain, hanya saja mereka sudah njawani, mereka sudah seperti orang Jawa biasa.
Pada saat Sayyid Husain Jamaluddin (kakek kebanyakan keluarga Azmatkhan Indonesia) meninggalkan India, beliau pergi bersama tiga orang saudara beliau, yaitu Sayyyid Qamaruddin, Sayyid Majiduddin dan Sayyid Tsana’uddin, mereka memasuki daratan Cina dan negeri-negeri lain di Asia. Nah, bisa jadi mereka juga memeliki banyak keturunan di Cina dan lainnya, sebagaimana Sayyid Husain Jamaluddin di Indonesia. Kemudian ditemukan pula saudara Sayyid Husain Jamaluddin yang berna Sayyid Sulaiman Al-Baghdadi, beliau menjadi Sultan di Tailand dan sebagian keturunan beliau hijrah ke Indonesia.
Marga Keturunan Al-Faqih antar lain :
Diantara mereka adalah keluarga Mauladawilah, As-Saqqaf atau Assegaf, Al-Idrus atau Alaydrus, Bin Syehk Abibakar (biasa disingkat BSA), Al-Atthas atau Alatas, Bin-syihab atau Shahab, Al-Habsyi, Asy-Syathiri, Maulakhelah, Baharun, Bafagih, Bilfagih, Ba’agil, Bin’agil, Al-Jufri, Al-Bahar, Bin Jindan, Al-Munawwar, Al-Hamid, Hamid, Al-Bar atau Albar, Al-Kaf, Al-Muhdhar, Al-Musawa, Al-Masyhur, Al-Muqaibil, Bin Hadun, Al-Haddar, Al-Hinduan, Bin Yahya, Mudhar, Al-Baiti, Al-Qadri, Basyaiban, Basyumailah, Bin Syaikhan, Ash-Shafi, Ba’umar, Al-Ghamri, Bafaraj, Baraqba, Al-Musawa, Fad’aq, Barum, Bajahdab, Jamalullail, Assirri, Bin Sahl, Hamdun, Kharid atau Khirid, Khunaiman, Khamur dan masih banyak lagi yang lainnya.
Keluarga Al-Alawi atau Ba’alawi berpusat di Hadhramaut, Yaman, kemudian berpencar ke penjuru dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, mereka dikenal dengan sebutan “Habib”, kecuali keluarga “Azmatkhan” dan “Basyaiban” yang telah lama berbaur dengan masyarakat Jawa, maka merekapun -yang menjadi tokoh agama- lebih dikenal dengan julukan semisal Kiai.
Gelar sebutan para Sayyid/ Syarif berdasarkan periode abad
Rabithah Alawiyah :: dalam artikel onlinenya, menyatakan bahwa menurut Sayyid Muhammad Ahmad al-Syatri dalam bukunya Sirah al-Salaf Min Bani Alawi al-Husainiyyin,
1. IMAM (dari abad III H sampai abad VII H). Tahap ini ditandai perjuangan keras Ahmad al-Muhajir dan keluarganya untuk menghadapi kaum khariji. Menjelang akhir abad 12 keturunan Ahmad al-Muhajir tinggal beberapa orang saja. Pada tahap ini tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam Salim bin Bashri.
2. SYAIKH (dari abad VII H sampai abad XI H). Tahapan ini dimulai dengan munculnya Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan berkembangnya tasawuf, bidang perekonomian dan mulai berkembangnya jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa ini terdapat beberapa tokoh besar seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia lahir, dibesarkan dan wafat di Tarim.
3. HABIB (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV). Tahap ini ditandai dengan mulai membanjirnya hijrah kaum Alawi keluar Hadramaut. Dan di antara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang peninggalannya masih dapat disaksikan hingga kini, di antaranya kerajaan Alaydrus di Surrat (India), kesultanan al-Qadri di kepulauan Komoro dan Pontianak, al-Syahab di Siak dan Bafaqih di Filipina. Tokoh utama ‘Alawi masa ini adalah Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad yang mempunyai daya pikir, daya ingat dan kemampuan menghafalnya yang luar biasa, juga terdapat Habib Abdurahman bin Abdullah Bilfaqih, Habib Muhsin bin Alwi al-Saqqaf, Habib Husain bin syaikh Abu Bakar bin Salim, Habib Hasan bin Soleh al-Bahar, Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi.
4. SAYYID (mulai dari awal abad XIV ). Tahap ini ditandai kemunduran kecermelangan kaum Alawi. Di antara para tokoh tahap ini ialah Imam Ali bin Muhammad al-Habsyi, Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, Allamah Abu Bakar bin Abdurahman Syahab, Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib Husain bin Hamid al-Muhdhar. Sejarawan Hadramaut Muhammad Bamuthrif mengatakan bahwa Alawiyin atau qabilah Ba’alawi dianggap qabilah yang terbesar jumlahnya di Hadramaut dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika. Qabilah Alawiyin di Hadramaut dianggap orang Yaman karena mereka tidak berkumpul kecuali di Yaman dan sebelumnya tidak terkenal di luar Yaman.
Kebanyakan dari Masyarakat umum dan bahkan kaum Sayyid / Syarif di Indonesia menganggap keturunan yang sah apabila para sayyid / syarif tersebut mempunyai nasab yang tak terputus dari jalur laki - laki, sehingga bila para Syayyid san Syarif tersebut telah memiliki jalur perempuan kemudian dianggapnya tidak sah. Hal ini adalah budaya Arab Jahiliyah yang dapat dibuktikan secara otentik dengan melihat turunnya surat al Quran yang sebelumnya didasarkan pada kejadian yang dialami Nabi Muhammad Saw yakni ketika Al-Qasim, putra Rasulullah, wafat dalam usia masih kecil, terdengarlah berita duka itu oleh beberapa tokoh musyrikin, diantara mereka adalah Abu Lahab dan ‘Ash bin Wa’il. Mereka kegirangan dengan berita itu, mereka mengejek Rasulullah dengan mengatakan bahwa beliau tidak lagi memiliki anak laki-laki yang dapat melanjutkan generasi keluarga beliu, sementara orang Arab pada masa itu merasa bangga bila memiliki anak laki-laki untuk melanjutkan garis keturunan mereka. Menjawab ejekan Abu Lahab dan ‘Ash bin Wa’il itu Allah menurunkan surat Al-Kautsar yang ayat pertamanya berbunyi:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
“Sesungguhnya Kami memberimu karunia yang agung.”
Al-Kautsar artinya karunia yang agung, dan karunia yang dimaksud dalam ayat itu adalah bahwa Allah memberi banyak keturunan pada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam melalui putri beliau, Fatimah Az-Zahra’.
Sedangkan Abu lahab dan ‘Ash bin Wa’il dinyatakan oleh ayat terakhir surat Al-Kautsar bahwa justru merekalah yang tidak akan memiliki keturunan, yaitu ayat..
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ
“Sesungguhnya orang yang membencimu itulah yang tidak sempurna (putus keturunan).”
Benarlah apa yang difirmankan oleh Allah, sampai kini keturunan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, melalui Al-Hasan dan Al-Husain putra Fatimah Az-Zahra’, benar-benar memenuhi belahan bumi, baik mereka yang dikenal sebagai cucu Rasulullah oleh masyarakat, maupun yang tidak.
Kalau ada yang berkata bahwa tidak semua Kiai keturunan “Sunan” itu bergaris laki-laki, bahkan kebanyakan mereka (?) adalah keturunan “Sunan” dari perempuan, maka pertanyaan itu justru dijawab dengan pertanyaan “kenapa kalau bergaris perempuan?”. Islam dan “budaya berpendidikan” telah sepakat untuk membenarkan “status keturunan” dari garis perempuan. Maka bila ada orang yang membeda-bedakan
Semoga Allah Swt selalu merahmati kita semua fil Jasad, wal batin ngindarRUH amin
Wallahu a'lam
Wassalam
Sumber : Syarifah Aisyah Al-Haddar
Komentar
Posting Komentar